Pernah mendengar kisah teladan dari Rasulullah yang mencium tangan si tukang batu ? Jika kamu sudah pernah mendengarya mari kita ingat kembali, namun jika ada yang belum pernah mendengarnya kisah ini bisa kamu simak dengan seksama.
Pada saat itu Rasulullah baru tiba dari Tabuk, peperangan dengan bangsa Romawi. Banyak sehabat Rasulullah yang ikut dalam peperangan itu.
Lalu, saat Rasulullah dan sahabatnya mendekati kota Madinah, Rasulullah bertemu dengan seorang tukang batu di salah satu sudut jalan. Saat itu Rasulullah melihat tangan tukang batu itu melepuh, kulitnya menghitam seperti terpanggang matahari.
Kemudian, Rasulullah pun bertanya kepada tukang batu, “Kenapa tanganmu kasar sekali?”
Si tukang batu menjawab, “Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya, karena itulah tangan saya kasar.”
Mendengar hal itu, Rasulullah pun langsung menggenggam tangan si tukang batu yang melepuh dan kasar itu dan langsung menciumnya, seraya bersabda,
“Hadzihi yadun la tamatsaha narun abada” (Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya).
Rasulullah mencium tangan si tukang batu itu, karena tangannya melepuh dan kasar akibat bekerja keras untuk mencari rezeki yang halal. Padahal, sebelumnya Rasulullah tak pernah mencium tangan para pemimpin Quraisy, para Raja atau siapapun. Hanya tangan putrinya Fatimah Az Zahra dan si tukang batu itu yang tangannya dicium oleh Rasul.
Bersamaan dengan itu, lalu ada seorang laki-laki yang lewat dihadapan Rasulullah. Laki-laki tersebut dikenal sebagai pekerja yang giat dan tangkas.
Para sahabat kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, andai bekerja seperti dilakukan orang itu dapat digolongkan jihad di jalan Allah (Fi sabilillah), maka alangkah baiknya.”
Rasul pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu fi sabilillah.” (HR Thabrani),
Rasulullah sangat menyenangi orang-orang yang mau bekerja keras untuk mencari rezeki yang halal. Karena bersusah payah untuk mencari rezeki yang halal bisa menghapuskan dosa yang tak bisa dihapuskan dengan amal-amal lainnya.
”Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari), seperti dilansir Tribunnews.com.
Pada saat itu Rasulullah baru tiba dari Tabuk, peperangan dengan bangsa Romawi. Banyak sehabat Rasulullah yang ikut dalam peperangan itu.
Lalu, saat Rasulullah dan sahabatnya mendekati kota Madinah, Rasulullah bertemu dengan seorang tukang batu di salah satu sudut jalan. Saat itu Rasulullah melihat tangan tukang batu itu melepuh, kulitnya menghitam seperti terpanggang matahari.
Kemudian, Rasulullah pun bertanya kepada tukang batu, “Kenapa tanganmu kasar sekali?”
Si tukang batu menjawab, “Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya, karena itulah tangan saya kasar.”
Mendengar hal itu, Rasulullah pun langsung menggenggam tangan si tukang batu yang melepuh dan kasar itu dan langsung menciumnya, seraya bersabda,
“Hadzihi yadun la tamatsaha narun abada” (Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya).
Rasulullah mencium tangan si tukang batu itu, karena tangannya melepuh dan kasar akibat bekerja keras untuk mencari rezeki yang halal. Padahal, sebelumnya Rasulullah tak pernah mencium tangan para pemimpin Quraisy, para Raja atau siapapun. Hanya tangan putrinya Fatimah Az Zahra dan si tukang batu itu yang tangannya dicium oleh Rasul.
Bersamaan dengan itu, lalu ada seorang laki-laki yang lewat dihadapan Rasulullah. Laki-laki tersebut dikenal sebagai pekerja yang giat dan tangkas.
Para sahabat kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, andai bekerja seperti dilakukan orang itu dapat digolongkan jihad di jalan Allah (Fi sabilillah), maka alangkah baiknya.”
Rasul pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu fi sabilillah.” (HR Thabrani),
Rasulullah sangat menyenangi orang-orang yang mau bekerja keras untuk mencari rezeki yang halal. Karena bersusah payah untuk mencari rezeki yang halal bisa menghapuskan dosa yang tak bisa dihapuskan dengan amal-amal lainnya.
”Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari), seperti dilansir Tribunnews.com.
Tag :
Islam